Rabu, 06 Desember 2017

Keterkaitan “Marketing PR ” dengan Hubungan Masyarakat

Related image

Keterikatan “Marketing PR” dengan Hubungan Orang-orang 

konsultan pr jakarta - Kajian tentang marketing PR sudah mengungkap ada suatu perubahan dalam kerangka public relations (Hubungan Orang-orang) pada beberapa th. paling akhir ini. Didalam aktivitasnya jadi suatu unit dalam perusahaan, ada banyak kesamaan pada MPR dengan unit humas dalam suatu instansi yang dimaksud dengan CPR.

Pakar manajemen Philip Kotler menyampaikan pentingnya unsur public relations dalam aktivitas marketing. Ide marketing mix yang dikenalkan Kotler telah tidak asing sekali lagi didunia marketing dan manajemen dengan umum. Ide ini terbagi dalam unsur 4-P, yang setelah lihat perubahan marketing dalam rencana gejolak persaingan perebutan di beragam negara didunia, dia memberikan gagasannya itu dengan dua unsur sekali lagi, yakni power dan PR hingga jadi 6-P, dan di kenal dengan Mega marketing.

Dimasukkannya unsur PR kedalam kerangka ide memerlihatkan memerlukan daya pendorong dalam setiap aktivitas pemasaran. Kotler mulai sejak awal mulanya sudah mengulas peran dalam kerangka marketing. Hal semacam ini tunjukkan kalau aspek hubungan orang-orang ikut memainkan peran penting dalam aktivitas pemasaran.

Melalui teori Thomas L. Harris dengan ide marketing PR, jadi bertambah jelaslah tempat kehumasan dalam aktivitas marketing. Dengan timbulnya MPR buat beberapa aktor marketing mengerti juga akan makna penting support komunikasi, sebagai unsur pokok dalam aktivitas hubungan orang-orang. Atau dalam makna kata beda, komunikasi dan info diperlukan untuk berhubungan dengan umum atau dalam artian marketing, yakni customer. Customer tidak dapat di pengaruhi hanya dengan periklanan atau aktivitas promosi. Dalam hal semacam ini diperlukan suatu hal yang bisa “mendorong dan menarik” dalam setiap aktivitas marketing.

Dalam ide MPR-nya itu, Harris sudah membagi sebagian bagian aktivitas MPR, CPR, dan aktivitas marketing sendiri, meskipun kelihatannya dalam aktivitas MPR dan CPR, ada beberapa bagian yang “tumpang tindih”, misalnya dalam aktivitas hubungan media dan publikasi. Namun hal semacam ini memberi panduan begitu diperlukannya ketrampilan dalam bagian media, yang dipunyai oleh partner kerja Humas, yakni wartawan.

Ide ini memberi panduan agar praktisi MPR harus mahir lewat cara dan style penulisan, yang sebelumnya telah dipunyai dan adalah kewajiban untuk praktisi humas. Kajian ini memberi ungkapan kalau dalam suatu perusahaan, dimana juga terdapat MPR di samping CPR, diperlukan penelaahan dan pembagian pekerjaan yang bisa dibicarakan dengan pimpinan perusahaan manfaat menghindari kesimpangsiuran dan pembagian pekerjaan yang positif yang diperlukan oleh suatu perusahaan.

BUDAYA KORPORAT DAN PROFESIONALISME DALAM KAITAN DENGAN MANAJEMEN HUBUNGAN MASYARAKAT 

Budaya korporat terkait erat dengan perubahan suatu perusahaan, dan telah adalah suatu hal yang perlu diwujudkan oleh beberapa eksekutif atau CEO. Dalam kaitan ini hubungan orang-orang bertindak untuk menolong pimpinan perusahaan, tidak cuma untuk merumuskannya namun juga untuk memasyarakatkannya, baik untuk umum internal ataupun umum eksternal.

Jadi contoh, uraian yang dipetik dari buku corporate culture menghadapkan kita pada persoalan budaya korporat, yang sempat suatu ketika dipandang tidak mendukung kehadiran perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, bila dibanding dengan di Jepang. Kondisi di Jepang dipandang mantap dan dipahami dan peroleh support dari orang-orangnya. Perihal ini pula yang jadikan perusahaan-perusahaan di negara Matahari Terbit itu dapat bertahan kuat dalam melakukan aktivitasnya.

Lihat juga : konsultan public relations

Apa sajakah sebagai basic dari budaya korporat? Usaha apa yang bisa dilakukan untuk mengemukakannya pada khalayak, dan dalam hal semacam ini apa peran hubungan orang-orang jadi suatu unit yang memiliki beragam cara dalam jalur komunikasi? Dalam modul ini diambil pendapat beberapa pakar yang pada pokoknya menyampaikan budaya korporat itu yaitu seperangkat nilai, etika dan keyakinan yang disetujui dan dipercaya seluruh karyawan suatu perusahaan, dan yang bisa direfleksikan didalam tingkah laku dan kebijakan-kebijakan perusahaan. Budaya korporat ini ditegaskan akan membuat ciri-khas dan jati diri perusahaan, dan jadi fasilitas untuk membedakannya dengan perusahaan beda.

Suatu contoh classic yaitu tentang usaha untuk menggoyahkan keyakinan orang-orang di negara Paman Sam tentang perusahaan Coca Cola, yang dipermasalahkan dan hal semacam ini diprakarsai oleh perusahaan saingannya, Pepsi Cola. Namun usaha ini gagal dan tetaplah meletakkan keyakinan orang-orang pada Coca Cola. Semua ini karena jati diri perusahaan yang dipunyai Cola Cola telah terbina dengan kuat, karena budaya korporat dari Coca Cola yg tidak dapat sekali lagi digoyahkan.

Suatu deskripsi beda dari pentingnya di ciptakan budaya korporat dari suatu perusahaan tak akan hanya berdasar pada kendali keluarga hanya atau mungkin dengan arti beda yang dimaksud dengan run by the family, tetapi tiba waktunya diperlukan tenaga yang profesional untuk mengatur roda perusahaan. Hal semacam ini karena bisnis makin besar, dan hal semacam ini memerlukan pemikiran beda untuk lanjutan perusahaan, dan diakui begitu pentingnya profesionalisme, misalnya dalam soal peletakan seorang pada jabatan yang tepat, dsb.

Dengan uraian ini terang untuk Kamu apa yang ditujukan dengan citra perusahaan seperti dikemukakan oleh pakar Frank Jefkins. Semuanya bersumber pada pengetahuan dan pengalaman orang. Dalam perihal ini pula hubungan orang-orang bertindak, dan praktisinya harus dapat mengerti corak bisnis yang diemban oleh perusahaannya. Dalam kaitan ini Jefkins memberi beberapa contoh tentang kenapa budaya korporat diperlukan oleh sebuah perusahaan.

Dalam hubungan ini, di ambil dua masalah yang sempat terjadi di tanah air kita, yakni tentang pergantian nama dan logo perusahaan penerbangan Garuda, dan Bank Negara Indonesia (BNI 46). Dari uraian ini dapatkah Kamu mengerti makna penting jati diri dan citra perusahaan, yang berkaitan didalam budaya korporat.

Profesionalisme Hubungan Orang-orang, Problematika dan Masa Depannya 

Uraian tentang profesionalisme hubungan orang-orang dapat memberi jawaban atas masih tetap ada kesangsian apakah hubungan orang-orang itu suatu disiplin pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Uraian ini akan mengikis semua kesangsian yang muncul tentang hubungan orang-orang jadi suatu profesi yang profesional. Jelaslah, kalau profesi ini, terkecuali dari basic pengetahuan yang diembannya, juga berkembang dari semua usaha yang ada hubungannya dengan aktivitas beberapa praktisinya dalam melakukan tugasnya.

Profesionalisme Hubungan Orang-orang telah tercermin ketika kita mengulas kode etik profesinya pada modul-modul pertama dari rangkaian buku materi pokok ini. Dalam hal semacam ini, mari kita mengacu kembali ke pendapat sarjana Talcott Parsons tentang basic suatu profesi yang berisikan empat persyaratan pokok manfaat menyatakan kalau suatu bagian pengetahuan yaitu sebuah profesi. Kita dapat ambil contoh bagian jurnalistik atau kedokteran.

Sama seperti dengan jurnalistik, hubungan orang-orang tidak di dukung oleh seperti brevet, seperti perihal dengan profesi kedokteran, yang mengharuskan seseorang dokter bersumpah untuk profesinya itu. Jadi tanggung jawab itu terdapat di pundak beberapa praktisinya manfaat melakukan tugasnya.

Persyaratan yang dikemukan Talcott Parsons mengatakan : pertama, harus ada latihan resmi untuk beberapa anggotanya. Hal semacam ini tidaklah perlu disangsikan dari pelajaran atau latihan yang didapat oleh beberapa mahasiswa (praktisi) ketika tengah ikuti perkuliahan ataupun kursus dalam mata pelajaran hubungan orang-orang. Ke-2, harus ada ketrampilan ciri khas untuk beberapa praktisinya. Dalam persyaratan ini terang ada beragam latihan yang bisa diserap atau dipahami oleh beberapa mahasiswa (praktisi), baik tentang teori ataupun praktik. Ke-3, harus ada instansi praktik. Hal semacam ini pun terang dapat dibuktikan karena praktik hubungan orang-orang pada prinsipnya harus ada pelembagaan, jadi tak ada bedanya dengan profesi-profesi yang lain. Profesi ini, baik jadi unit didalam organisasi atau perusahaan, ataupun jadi perusahaan konsultan, harus diperlengkapi dengan fasilitas penunjangnya. Ini adalah prasyarat agar praktik hubungan orang-orang dapat bekerja dengan baik dan efektif. Ke-4, harus ada beberapa aturan tingkah laku atau kode etik yang juga akan “mengikat” beberapa praktisi dengan beragam ketetapan yang disebut disiplin, dasar, yang dikatakan sebagai “polisi hati nurani” beberapa praktisi dalam menggerakkan tugasnya.

Ke-4 persyaratan ini dapat memperjelas makna profesionalisme hubungan orang-orang jadi suatu disiplin pengetahuan. Tidaklah perlu sekali lagi diragukan keabsahannya jadi suatu cabang ilmu dan pengetahuan, yang melakukan atau mengemban semua bentuk teori dan praktik yang beberapa besar datang dari jalur pengetahuan komunikasi, jadi salah satu sumbernya, ataupun dari disiplin-disiplin pengetahuan sosial yang lain, misalnya sosiologi, administrasi, dan manajemen.

Ke-4 persyaratan ini dapat lebih dipertegas dengan memberi jawaban atas empat pertanyaan tentang profesi kehumasan. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini juga akan memberi pengertian tentang hubungan orang-orang jadi suatu profesi.

Dari apa yang dikemukakan diatas, sebaiknya bila kita menggarisbawahi pendapat Dr. Jon White dan Laura Mazur, agar beberapa praktisi hubungan orang-orang meningkatkan kwalifikasi dan ilmu dan pengetahuan mereka agar peran mereka nanti (di masa depan) tidak di ambil alih atau digantikan oleh tenaga-tenaga beda, misalnya dari studi-studi manajemen, pemasaran, atau hukum.

Semuanya barangkali terjadi karena alur basic pendidikan atau kursus ke-3 studi ini dapat disebutkan tumpang tindih dengan studi hubungan orang-orang. Maka hal semacam ini adalah suatu warning atau peringatan untuk beberapa praktisi hubungan orang-orang agar tidak berpuas diri dengan apa yang mereka dapatkan, namun harus giat dan menggali lebih dalam sekali lagi di era globalisasi ini. Beberapa praktisi harus dapat menimba dan menaikkan ilmu dan pengetahuan mereka dan memperkayanya dengan sebagian bagian studi berkaitan yang makin mutakhir saat ini, yang menantang setiap insan ilmuwan, misalnya tentang perubahan komunikasi dengan perkembangan tehnologi info yang sekian cepat diantaranya di bagian computer, internet, dan yang lain. Semuanya tidak lepas dari aktivitas hubungan orang-orang. Berikut diantaranya tantangan yang dihadapi oleh beberapa praktisi hubungan orang-orang dalam usaha tingkatkan dan pelihara profesionalisme hubungan orang-orang.

Ikhtisar ini adalah penutup dari studi kita tentang kode etik, terlebih yang terkait dengan hubungan orang-orang. Studi ini seperti Kamu maklumi, juga menyinggung beberapa kode etik yang ada hubungannya dengan pengetahuan komunikasi dengan umum, yakni jurnalistik, periklanan, radio, tv, dan perfilman. Diinginkan pikiran Kamu juga akan jadi bertambah dengan semua uraian ini!